Tamasya Hemat

Wiki Grepolis FIsta
Hyppää navigaatioon

Pernah mendengar Pulau Seribu? Semoga tahu, karena daerah ini merupakan kawasan wisata yang menari dalam utara Jakarta. Bahwa mendengar Pulau Seribu, mungkin beberapa orang hendak menyebut Pulau Tidung atau Pulau Pramuka. Nah, yang mau saya ceritakan saat ini adalah tentang Pulau Pari. Saya rapi beberapa teman, bermain kesana di liburan Lebaran tahun dulu …

Berbeda beserta Pulau Tidung yang sudah ramai, travel pulau pari belum terlalu ramai. Pengelolaan wisatanya pun masih di kelola secara relasi. Maksudnya, pengunjung menginap di rumah keluarga-keluarga yang tinggal dalam pulau itu. Moral dari sistem ini adalah biaya liburan yang murah. Memang “murah” selalu menjadi daya tarik para pelancong yang dananya terekeh-ekeh hehehe … Saat itu kami meningkat dari Muara Angke, menyeberang dengan kulit besar yang bakal mengantarkan ratusan penumpang ke berbagai Pulau di kawasan Pulau Seribu. Cukup Rp. 30. 000 selalu …

Setibanya disana, kami disambut per seorang warga yang menyewakan rumahnya untuk pengunjung, namanya Pak Udin. Pak Udin mulai menjelaskan kegiatan-kegiatan yang bisa kami lakukan selama 3 hari itu. Sedari menikmati matahari surut di Pantai Pasir Perawan, mengunjungi LIPI, snorkeling, dan barbeque di malam terakhir.

Rumah tempat kami menginap memiliki dua ruangan yang tutup dilengkapi beberapa kasur. Maka kami sinambung membagi ruangan menjadi kamar cewek serta kamar cowok. Tersedia satu kamar suci besar dan satu ruang utama teritori semua peserta dapat berkumpul. Rumah tersebut juga langsung menghadap ke laut, maka itu kami bisa bermain-main di tepi pesisir kapan pun kami mau.

Sore perdana di pulau ini kami habiskan dalam Pantai Pasir Gadis. Pasirnya putih bersih, enak untuk dipakai bermain. Ketika kami disana, air laut padahal pasang sehingga kami tidak boleh permainan terlalu jauh, akan tetapi tetap menyenangkan. Puluhan pengunjung juga padahal menikmati pantai tersebut. Tidak terlalu gempar. Kami di rantau itu sampai matahari terbenam.

Pagi hari di hari kedua kami gagal tahu matahari terbit sebab cuaca tidak bersekutu. Seharusnya kami siap menikmatinya dari pinggiran dermaga tempat kami tiba. Sekitar sepuluh menit dari graha penginapan. Akhirnya aku menghabiskan pagi itu dengan menikmati uraian laut dan lapisan udara yang begitu akrab. Biru bertemu biru.